INFO NASIONAL - Sudah tiga Lebaran terakhir, berita kenaikan harga di hari penting umat Islam itu berkurang drastis. Sebelum 2017, semakin mendekati hari raya, semakin sering komoditas hilang dari pasar, atau ada tapi harganya membumbung tinggi.
Apa yang dinikmati masyarakat adalah buah dari proses panjang yang dijalankan Kementerian Perdagangan dalam mengawal kestabilan harga bahan pokok. Menteri Perdagangan Enggartiasto mengajak anak buahnya melakukan observasi dan eksperimen pada Natal dan Tahun Baru 2016. Memang data menunjukkan kenaikan pada akhir tahun tidak setajam pada Hari Raya Idul Fitri tapi dari situ Kemendag sudah melihat pola-pola tertentu yang harus diantisipasi.
Dari penghujung 2016 itulah, menurut perjalanan panjang itu dimulai. Dalam berbagai kesempatan Menteri Perdagangan menyampaikan bahwa model manajemen yang paling cocok di Indonesia adalah “management by walking around”. Seorang pemimpin harus turun ke lapangan dan melihat langsung masalah dan peluang yang ada. Atau dalam bahasa Enggar, “Tidak bisa harga diperintah turun dari balik meja.”
Yang pertama dilakukan Enggartiasto dan jajaran di Kemendag adalah mengecek kesediaan pasokan dan memastikan akurasi data dengan mewajibkan gudang-gudang bahan pokok terdaftar. Enggar pun tak segan untuk langsung mendatangi gudang, baik gudang Badan Usaha Logistik (Bulog) maupun gudang milik swasta.
Dari pengecekan itu Enggartiasto kemudian membuka dialog dengan para pelaku usaha, baik produsen, distributor, maupun pedagang eceran untuk menyepakati Harga Eceran Tertinggi (HET) komoditas strategis, yaitu gula, daging, bawang putih, dan minyak goreng. dan cara pengemasan barang agar harga dapat dikendalikan, misalnya dengan mewajibkan produsen minyak goreng membuat kemasan pouch sederhana sehingga harga kemasan tidak terlalu membebani harga jual eceran.
Dialog ini tidak selamanya berjalan mulus karena banyak pengusaha merasa apa yang selama ini berjalan sudah baik, atau lebih tepatnya memberi keuntungan yang menyenangkan. Kemendag memahami pentingnya dialog dengan semua pemangku kepentingan karena menjaga harga adalah seni menjaga ekspektasi. Produsen tidak boleh rugi, pedagang untung wajar, dan konsumen tidak menjerit karena harga kemahalan.
Pergerakan harga juga mencerminkan kondisi psikologi masyarakat. Terjadinya panic buying oleh masyarakat biasanya karena informasi yang kurang dan persepsi negatif di masyarakat. Karena itu dialog dengan media merupakan bagian yang tak terpisahkan dari strategi Kemendag menjaga stabilitas harga. Sejumlah pertemuan dengan pemimpin redaksi dilakukan agar media dapat memahami gambar besar dari kebijakan pemerintah. Selain dengan pemimpin media, dialog pun digelar bersama ekonom, blogger, dan influencer.
Karena itu kestabilan harga adalah resultan dari berbagai usaha yang bergerak sinergis dan harmonis. Di ranah pemerintah, kerja sama dan koordinasi Kemendag dengan Bulog, Kepolisian RI, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan koordinasi dengan kementerian dan lembaga lain mendapat respons dan dukungan dari pelaku usaha dan media.
Akhirnya, Enggar menyatakan kelegaannya dapat menjaga kestabilan harga selama tiga tahun ia menjabat. “Saya bersyukur kita bisa menghadirkan senyum di wajah ibu-ibu menjelang bulan suci Ramadan. Atas kerja sama semua pihak, saudara-saudara kita dapat menyambut Idul Fitri dengan tenang dan khusyuk,” ujar Enggartiasto.
Dengan segala kekurangan dan kelebihannya, strategi dialog dengan pemangku kepentingan ini dapat menjadi inspirasi berbagai kementerian dan lembaga lainnya, termasuk juga kabinet di masa mendatang. (*)